A. PENDAHULUAN
Ilmu kalam kadang-kadang di sebut dengan ilmu tauhid dan ilmu ushulluddin, disebut ilmu Tauhid karena ilmu ini membicarakan keesaan Allah SWT, serta menyelidiki dan membahas soal-soal yang wajib, mustahil dan jadi 2 bagi Allah SWT dan Nabi-Nabinya.
Disebut ilmu ushuluddin karena membahas keesaana Allah, artinya membicarakan pokok-pokok agama, dan disebut ilmu kalam karena orang seiring memperdebatkan masalah “Apakah kalamulah itu qadim atau hadist” (Azali atau baru).
Karena ilmu kalam adalah sendi pokok agama, berarti menjadi sumber pokok dari cabang-cabang ilmu-ilmu agama lainnya.
Mengkaji aliran-aliran ilmu kalam pada dasarnya merupakan upaya memahami kerangka berfikir dan proses pengambilan keputusan para ulama aliran teologi dalammenyelesaikan persoalan-persoalan kaam. Pada dasarnya, potensi yang dimiliki setiap manusia, naik berupa potensi biologis maupun potensi psikologis, secara natural adalah sangat signifikan. Oleh sebab itu perbedaan kesimpulan antara satu pemikirna dan pemikiran lainnya dalam mengkaji suatu objek tertentu merupakan suatu hal yang bersifat natura pula.
Untuk lebih jelasnya labi mengenai kerangka berfikir aliran-aliran ilmu kalam akan di bahas di bagian pembahasan/ isi makalah ini.
B. PEMBAHASAN
“Kerangka Berfikir Aliran-aliran Ilmu Kalam”
Berawal dari perbdaan pendapat diantara para sahabar dan para tai’in dalam mengkaji suatu masalah tertentu dan beberapa indikasi yang menjadi pemicu perbedaan pendapat diantara mereka adalah terdapat beberapa sahabat yang mendengar ketentuan hokum yang diputuskan Nabi. Sementara yang lainnya tidak sahabat yang tidak mendengar keputusan Nabi itu lalu berjihad. Dari sini kemudian terjadi perbedaan pendapat dalam memutuskan suatu ketentuan hokum.
Mengenai sebab-sebab pemicu perbedaan pendapat ini ada 2 tokoh yang berpendapat:
1. Ad-Dahlawi
Beliau ini tampaknya lebih menekankan kepada aspek subjek pembuatan keputusan sebagai pemicu perbedaan pendapat. Penekanan serupa pun pernah dikatakan Imam Nubawwir is mengatakan bahwa perbedaan pendapat di dalam islam lebih di latar belakangi adanya beberapa hal yang menyangkut kapasitas dan kreabilitas seseorang sebagai figure pembuat keputusan.
2. Emar Sulaiman Asy-Syaqar
Beliau lebih menekankan aspek objek keputusan sebagai pemicu terjadinya perbedaan pendapat. Menurutnya ada tiga persoalan yaitu persoalan keyakinan (aga’id), persoalan syariah dan persoalan politik.
Perbedaan metode berfikir secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu kerangka berfikir rasional dan metode berfikir tradisional.
Metode berfikir rasional memiliki prinsip-prinsip berikut ini :
hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan jelas dan tegas di sebut dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi, yakni ayat yang gathi (tersayang tidak boleh disamakan dengan arti lain)
Memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta memberikan daya yang kuat kepada akal.
Adapun metode berfikir tradisional memiliki prinsip-prinsip berikut ini :
Terika pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti Zhanni (tersayang boleh mengandung arti lain).
Tidak memberikan kebebasan kepada manusia dalam berkehendak dan berbuat.
Memberikan daya yang kecil kepada akal.
Aliran yang sering di sebut-sebut memiliki cara berfikir teologi rasional adalah mu’tazilah dan adapun yang sering disebut-sebut memiliki metode berfikir tradisional adalah Asy’ariyah.
Disamping pengategorian teologi rasioanl dan tradisional dikenal pula pengkategorian akibat adanya perbedaan kerangka berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam.:
1. Aliran Antroposentris
Aliran antroposentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat intrakosmos dan impersonal. Ia berhubungan erat dengan masyarakat kosmos baik ang natural maupun yang supra natural dalam arti unsurt-unsurnya ornag yang tergolong dalam kelompok ini berpandangan negative terhadap dunia dikarnakan ia beranggapan bahwa tugas manusia adalah melepaskan unsur natural yang jahat dengan meninggalkan kedunia wiyan ia akan mampu meraih kemerdekaan dari lilitan naturalnya. Sementara karaqwaanya lebih di orientasikan kepada praktek-praktek pertapaan dan konsep-konsep magis. Tujuan hidupnya bermaksud menyusun kepribadianya kedalam realita impersonalnya. Manusia yang berpendangan antroposentris dianggap/dikenal sebagai Sufi. Aliranteologi yang termasuk dalam kategori ini adalah Qadariyah, Mu’tazilah dan Syi’ah.
2. Teolog Teosentris
Aliran teosentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat Suprakosmos, personal dan ketuhanan, Tuhan adalah pencipta segala sesuatu yang ada di kosmos ini dengan segala kekuasaan-Nya, mampu berbuat apa saja secara mutlak dan manusia adalah ciptaan-Nya sehingga harus berkarya hanya untuk-Nya.
Manusia teosentris adalah manusia statis karena sering terjebak dalam kepasrahan mutlak kepada tuhan. Bagianya, segala sesuatu/perbuatanya pada hakikatnya adalah aktiitas tuhan. Ia tidak mempunyai ketetapan lain, kecuali apa yang telah ditetapkan Tuhan.
Aliran teosentris menganggap daya yang menjadi potensi perbuatan baik atau jahat bias dating sewaktu-waktu dari Tuhan. Aliran ini yang tegolong kategori Jabbariyah.
3. Aliran Konvergensi Sintesis
Aliran konvergensi menganggap hakikat Realitas transenden besifat supra sekaligus intrekosms, personal dan impersonal, lahut dan nashut, makhluk dan tuhan saying dan jahat, lenyao dan abadi, tampak dan abstrak dan sifat lain yang di kotomik.
Aliran konvergensi memandang bahwa pada dasarnya segala sesuatu itu selalu berada dalam abmbiu (serba ganda) baik secara subtansial maupun formal.
Aliran ini juga berkeyakinan bahwa daya manusia merupakan proses kerja sama antara daya yang transedental (Tuhan) dalam bentuk kebijasanaan dan daya temporal (manusia) dalam bentuk teknis.
Kebahagian bagi para penganut aliran konvergensi, terletak pada kemampuanya membuat pendalam agar selalu berada tidak jauh kekanan atau kekiri tetapi tetap ditengah-tengah antara berbagai ekstrimitas aliran teolog yang dapat di masukkan ke dalam kategori ini adalah Asy’ariyah.
4. Aliran Nihilis
Aliran Nihilis menganggap bahwa hakekat realitas transcendental hanyalah ilusi. Aliran ini pun menolak tuhan yang mutlakm, tetapi menerima berbagai variasi tuhan kosmos. Kekuatan terletak pada kecerdikan diri sendiri manusia sendiri sehingga mampu melakukan yang terbaik dari tawaran yang tebutuk. Idealnya manusia mempunyai kebahagian besifat fisik yang merupakan titik sentral perjuangan seluruh manusia.
C. Kesimpulan
Di dalam kehidupan bermasyarakat, banyak sekali perbedaan pendapat yang di picu dari ijtihad para sahabat yang tidak mendengarkan ketentuan Nabi Ijtiha-ijtihad tersebut kemudian di putuskan menurut pemikiran-pemikirna mereka sehingga banyak perbedaan dengan ketentuan yang telah di tetapkan Nabi Muhammad SAW. Di dalam perbedaan pandapat di antara para sahabat dan para tabi’in menentukan suatu ketentuan hokum yang di putuskan Nabi Muhammad SAW, menyangkut kapasitas dan kredibilitas seseorang sebagai figure pembuat keputusan.
Adapun metode berfikir dalam menentukan suatu ketentuan, di kategorikan pada 2 macam yaitu :
- Metode kerangka berfikir rasional dan
- Metode kerangka berfikir tradisional
Aliran yang sering memakai metode befikir rasional adalah mu’tazilah, sedangkan yang memakai metode berfikir tradisional adalah as’ariyah.
Selain itu terdapat juga kerangka-kerangka berfikir lain dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam antara lain :
1. Aliran Antroposentris
2. Teolog Teosentris
3. Aliran Konveggesnsi
4. Aliran Nihilis x
Ilmu kalam kadang-kadang di sebut dengan ilmu tauhid dan ilmu ushulluddin, disebut ilmu Tauhid karena ilmu ini membicarakan keesaan Allah SWT, serta menyelidiki dan membahas soal-soal yang wajib, mustahil dan jadi 2 bagi Allah SWT dan Nabi-Nabinya.
Disebut ilmu ushuluddin karena membahas keesaana Allah, artinya membicarakan pokok-pokok agama, dan disebut ilmu kalam karena orang seiring memperdebatkan masalah “Apakah kalamulah itu qadim atau hadist” (Azali atau baru).
Karena ilmu kalam adalah sendi pokok agama, berarti menjadi sumber pokok dari cabang-cabang ilmu-ilmu agama lainnya.
Mengkaji aliran-aliran ilmu kalam pada dasarnya merupakan upaya memahami kerangka berfikir dan proses pengambilan keputusan para ulama aliran teologi dalammenyelesaikan persoalan-persoalan kaam. Pada dasarnya, potensi yang dimiliki setiap manusia, naik berupa potensi biologis maupun potensi psikologis, secara natural adalah sangat signifikan. Oleh sebab itu perbedaan kesimpulan antara satu pemikirna dan pemikiran lainnya dalam mengkaji suatu objek tertentu merupakan suatu hal yang bersifat natura pula.
Untuk lebih jelasnya labi mengenai kerangka berfikir aliran-aliran ilmu kalam akan di bahas di bagian pembahasan/ isi makalah ini.
B. PEMBAHASAN
“Kerangka Berfikir Aliran-aliran Ilmu Kalam”
Berawal dari perbdaan pendapat diantara para sahabar dan para tai’in dalam mengkaji suatu masalah tertentu dan beberapa indikasi yang menjadi pemicu perbedaan pendapat diantara mereka adalah terdapat beberapa sahabat yang mendengar ketentuan hokum yang diputuskan Nabi. Sementara yang lainnya tidak sahabat yang tidak mendengar keputusan Nabi itu lalu berjihad. Dari sini kemudian terjadi perbedaan pendapat dalam memutuskan suatu ketentuan hokum.
Mengenai sebab-sebab pemicu perbedaan pendapat ini ada 2 tokoh yang berpendapat:
1. Ad-Dahlawi
Beliau ini tampaknya lebih menekankan kepada aspek subjek pembuatan keputusan sebagai pemicu perbedaan pendapat. Penekanan serupa pun pernah dikatakan Imam Nubawwir is mengatakan bahwa perbedaan pendapat di dalam islam lebih di latar belakangi adanya beberapa hal yang menyangkut kapasitas dan kreabilitas seseorang sebagai figure pembuat keputusan.
2. Emar Sulaiman Asy-Syaqar
Beliau lebih menekankan aspek objek keputusan sebagai pemicu terjadinya perbedaan pendapat. Menurutnya ada tiga persoalan yaitu persoalan keyakinan (aga’id), persoalan syariah dan persoalan politik.
Perbedaan metode berfikir secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu kerangka berfikir rasional dan metode berfikir tradisional.
Metode berfikir rasional memiliki prinsip-prinsip berikut ini :
hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan jelas dan tegas di sebut dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi, yakni ayat yang gathi (tersayang tidak boleh disamakan dengan arti lain)
Memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta memberikan daya yang kuat kepada akal.
Adapun metode berfikir tradisional memiliki prinsip-prinsip berikut ini :
Terika pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti Zhanni (tersayang boleh mengandung arti lain).
Tidak memberikan kebebasan kepada manusia dalam berkehendak dan berbuat.
Memberikan daya yang kecil kepada akal.
Aliran yang sering di sebut-sebut memiliki cara berfikir teologi rasional adalah mu’tazilah dan adapun yang sering disebut-sebut memiliki metode berfikir tradisional adalah Asy’ariyah.
Disamping pengategorian teologi rasioanl dan tradisional dikenal pula pengkategorian akibat adanya perbedaan kerangka berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam.:
1. Aliran Antroposentris
Aliran antroposentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat intrakosmos dan impersonal. Ia berhubungan erat dengan masyarakat kosmos baik ang natural maupun yang supra natural dalam arti unsurt-unsurnya ornag yang tergolong dalam kelompok ini berpandangan negative terhadap dunia dikarnakan ia beranggapan bahwa tugas manusia adalah melepaskan unsur natural yang jahat dengan meninggalkan kedunia wiyan ia akan mampu meraih kemerdekaan dari lilitan naturalnya. Sementara karaqwaanya lebih di orientasikan kepada praktek-praktek pertapaan dan konsep-konsep magis. Tujuan hidupnya bermaksud menyusun kepribadianya kedalam realita impersonalnya. Manusia yang berpendangan antroposentris dianggap/dikenal sebagai Sufi. Aliranteologi yang termasuk dalam kategori ini adalah Qadariyah, Mu’tazilah dan Syi’ah.
2. Teolog Teosentris
Aliran teosentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat Suprakosmos, personal dan ketuhanan, Tuhan adalah pencipta segala sesuatu yang ada di kosmos ini dengan segala kekuasaan-Nya, mampu berbuat apa saja secara mutlak dan manusia adalah ciptaan-Nya sehingga harus berkarya hanya untuk-Nya.
Manusia teosentris adalah manusia statis karena sering terjebak dalam kepasrahan mutlak kepada tuhan. Bagianya, segala sesuatu/perbuatanya pada hakikatnya adalah aktiitas tuhan. Ia tidak mempunyai ketetapan lain, kecuali apa yang telah ditetapkan Tuhan.
Aliran teosentris menganggap daya yang menjadi potensi perbuatan baik atau jahat bias dating sewaktu-waktu dari Tuhan. Aliran ini yang tegolong kategori Jabbariyah.
3. Aliran Konvergensi Sintesis
Aliran konvergensi menganggap hakikat Realitas transenden besifat supra sekaligus intrekosms, personal dan impersonal, lahut dan nashut, makhluk dan tuhan saying dan jahat, lenyao dan abadi, tampak dan abstrak dan sifat lain yang di kotomik.
Aliran konvergensi memandang bahwa pada dasarnya segala sesuatu itu selalu berada dalam abmbiu (serba ganda) baik secara subtansial maupun formal.
Aliran ini juga berkeyakinan bahwa daya manusia merupakan proses kerja sama antara daya yang transedental (Tuhan) dalam bentuk kebijasanaan dan daya temporal (manusia) dalam bentuk teknis.
Kebahagian bagi para penganut aliran konvergensi, terletak pada kemampuanya membuat pendalam agar selalu berada tidak jauh kekanan atau kekiri tetapi tetap ditengah-tengah antara berbagai ekstrimitas aliran teolog yang dapat di masukkan ke dalam kategori ini adalah Asy’ariyah.
4. Aliran Nihilis
Aliran Nihilis menganggap bahwa hakekat realitas transcendental hanyalah ilusi. Aliran ini pun menolak tuhan yang mutlakm, tetapi menerima berbagai variasi tuhan kosmos. Kekuatan terletak pada kecerdikan diri sendiri manusia sendiri sehingga mampu melakukan yang terbaik dari tawaran yang tebutuk. Idealnya manusia mempunyai kebahagian besifat fisik yang merupakan titik sentral perjuangan seluruh manusia.
C. Kesimpulan
Di dalam kehidupan bermasyarakat, banyak sekali perbedaan pendapat yang di picu dari ijtihad para sahabat yang tidak mendengarkan ketentuan Nabi Ijtiha-ijtihad tersebut kemudian di putuskan menurut pemikiran-pemikirna mereka sehingga banyak perbedaan dengan ketentuan yang telah di tetapkan Nabi Muhammad SAW. Di dalam perbedaan pandapat di antara para sahabat dan para tabi’in menentukan suatu ketentuan hokum yang di putuskan Nabi Muhammad SAW, menyangkut kapasitas dan kredibilitas seseorang sebagai figure pembuat keputusan.
Adapun metode berfikir dalam menentukan suatu ketentuan, di kategorikan pada 2 macam yaitu :
- Metode kerangka berfikir rasional dan
- Metode kerangka berfikir tradisional
Aliran yang sering memakai metode befikir rasional adalah mu’tazilah, sedangkan yang memakai metode berfikir tradisional adalah as’ariyah.
Selain itu terdapat juga kerangka-kerangka berfikir lain dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam antara lain :
1. Aliran Antroposentris
2. Teolog Teosentris
3. Aliran Konveggesnsi
4. Aliran Nihilis x
No comments:
Post a Comment