Wednesday, 13 February 2013

PERKEMBANGAN FILSAFAT PADA MASA YUNANI KUNO

Filfafat Yunani dalam sejarah filsafat merupakan tonggak pangkal munculnya filsafat. Pada waktu itu sekitar abad VI SM di wilayah Yunani muncul pemikir-pemikir yang disebut filsof alam. Dinamakan demikian karena objek yang dijadikan pokok persoalan adalah mengenai alam (cosmos). Tujuan filsof mereka adalah memikirkan soal alam besar. Dari mana terjadinya alam, itulah yang menjadi sentral persoalan bagi mereka.

Pemikiran yang demikian waktu itu merupakan pemikiran yang sangat maju, rasional dan radikal. Sebab pada waktu itu kebanyakan orang hanya menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat ditangkap dengan inderanya, tanpa mempersoalkannya lebih jauh. Sedang dilain pihak orang cukup puas menerima keterangan tentang kejadian alam dari cerita nenek moyang, mythe, legenda atau gugon tuhon.

Para filsuf alam tersebut tidak mempercayai cerita-cerita yang demikian, dan menganggapnya sebagai tahkayul yang tidak masuk akal. Karena itulah mereka berusaha untuk mendapatkan keterangan tentang inti dasar alam itu dari daya pikirnya sendiri. Maka mereka pantas mendapat sebutan sebagai pemikir yang radikal, karena pemikiran mereka samapi pada akar (radik=akar) dari alam yang dipersoalkan.

1.    Thales (625-545 SM)

Apakah muasal segala sesuatu? Inilah pertanyaan pertama yang muncul dalam sejarah filsafat. Ini pertanyaan kuno. Ya kuno, karena kini kita sudah memiliki banyak teori ilmu alam yang menceritakan banyak jawaban yang lebih terbukti. Tetapi itulah pertanyaan pertama dalam filsafat, setidaknya demikianlah yang terjadi di Yunani Kuno pada abad ke-6 SM. Pertanyaan-pertanyaan ini demikian memperkaya kesadaran manusia sendiri, lebih dari itu menumbuhkan kemampuan manusia untuk ngendalikan kekuatan alam.

Dengan jalan berpikir Thales mendapat keputusan tentang soal besar yang senantiasa mengikat perhatian : Apa asal alam ini? Apa yang menjadi sebab penghabisan dari pada segala yang ada?

Thales memberikan jawaban bahwa segala sesuatu berasal dari air, ia juga menyatakan bahwa bumi terapung dia tas air. Pernyataan ini tentu saja menolak kepercayaan mistis yang mengasalkan segala sesuatu dari dewa-dewa. Namun pada sisi lain, Thales juga menyatakan bahwa “Segala sesuatu sesungguhnya penuh dengan dewa-dewa”. Pernyataan kedua ini merupakan rumusan dalam pengarus dunia mistis, namun sebuah rumusan yang sebelumnya didahuli oleh pengamatan realitas bukan rumusan yang diterima begitu saja

Bagi Thales, air adalah sebab yang pertama dari segala yang ada dan yang jadi, tetapi juga akhir dari segala yang ada yang jadi itu. Di awal air di ujung air. Air sebab yang penghabisan! Asal air pulang ke air. Air yang satu itu adalah bingkai dan pula isi. Atau dengan kata lain, filosof air adalah subtrat (bingkai) dan subtansi (isi) kedua-duanya

2.    Anaximander (610-547 SM)

“Bukan air”, kata Anaximander, Tetapi Yang Tak Terbatas”. Anaximander berkesimpulan bahwa hanya ada satu asal mula, yaitu Yang Tak Terbatas. Ia ada dari semua keabadiaan, lingkupnya tak terbatas, dan ia dapat bergerak.Materi kasar ini tidak dapat dilihat atau dirasakan dengan pencerapan, tetapi hanya dapat diketahui dengan pikiraan.

Argumennya adalah jika sekiranya semua benda adalah air, tentu sudah lama segala berubah menjadi air. Lagi pula bagaimaaana air bisa berubah bentuk menjadi lawan beratnya, api? Bagaimana suatu kualitas dapat menimbulkan lawannya? Tidak! Bagi Anaximander, benda hakiki (the ultimate stuff) di balik empat unsur itu tidak mungkin dengan sendirinyaa salah satu dari empat unsur tersebut. Itu mesti sesuatu di luar yang empat tadi. Apakah itu? Anaximader berpikir lebih lanjut. Unsur hakiki itu mesti sesuata yang tidak bisa diamati tidak bisa diatur dan tidak tetap. Ia hanya bisa menyebutnya Yang tak Terbatas (The Unlimeted). Tentu jawaban ini tidak memuaskan bahkan dikalangan murid-murid anaximander sendiri. Apa gunanya sesuatu yang tak terbatas, yang tak tertentukan, yang lain dari yang lain dengan sesuatu yang sama sekali memang tidak ada? Kebanyakn menyimpulkan ya tidak lebih baik bahkan sebagian menyatakan  keduanya sama kerena Ex Nihilo Nihil ( tidak ada yang timbul dari yang tidak ada). Menyadari hal ini mereka terus mencari.

Yang tak terbatas itu oleh dia dinamakan Apeiron. Apeiron adalah Zat yang tak terhingga dan tak  terbatas dan tidak dapat dirupakan, tak ada persamaannya dengan apapun. Segala yang kelihatan itu, yang dapat ditentukan rupanya dengan pancaindra kita, adalah barang yang mempunyai akhir, yang berhingga. Sebab itu barang asal, yang tiada berhingga, dan tidak berkeputusan, mustahil salah satu dari barang yang berakhir iu.

3.    Anaximenes (585 – 494 SM)

Begitulah jawaban Anaximander, namun jawaban ini disanggah oleh Anaximenes ”Tak mungkin yang tak terbatas menjadi asal dunia”, demikian ajar Anaximenes. Udara adalah asal muasal itu. Bukankah udara meliputi seluruh jagat raya? Bukankah udara yang menyebabkan manusia dapat hidup? Seperti halnya jiwa manusia yang berbentuk hawa yang dengannya seluruh organ manusia tersatukan, alam semesta pun berasal dan dipersatukan oleh udara. Bagaimana kejadiannya? Begini, menurut Anaximenes. Pada mulanya adalah udara, kemudian ada pemadatan dan pengenceran. Udara yang memadat menjadikan angin, air, tanah dan batu. Udara yang mengencer menjadi api.

Sebagai kesimpulan ajarannya disebut : "Sebagai mana jiwa kita, yang tidak lain dari pada udara, menyatakan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini jadi satu". Disini buat pertama kali pengertian jiwa masuk kedalam pandangan filosofi. Hanya Anaximenes tidak melanjutkan pikirannya kepada soal penghidupan jiwa.

Ketiga filosof pertama ini – Thales, Anaximander dan Anaximenes—dikenal sebagai The Milesians karena mereka ketiganya berasal dari daerah koloni Yunani Miletus, dan kerena mereka membentuk mazhab filsafat yang pertama. Meskipun ada perbedaan hasil pemikiran mereka, mereka memiliki sejumlah ciri yang sama sebagian di antaranya nantinya akan menjadi bagian dari tradisi keilmuan Barat – yakni keinginan untuk penjelasan sederhana, penekanan atas pengamatan untuk mendukung teori keterikatan pada naturalisme (pandangan bahwa fenomena alaaam harus dijelaskan dengan fenomena alam yang lain), dan monisme (pandangan bahwa hakekatnya terdapat hanya satu jenis unsur dasar). Mazhab Miletus berakhir ketika suasana damai antara Yunani dan Persia runtuh, dan Persia mengobrak-abrik Kota Miletus ini. Tetapi pemikirannyaa tetap diingat dan kemudiaan dikembangkan. (Nur Ahmad Fadhil Lubis, 2001 : 98)

Pemikiran dari Miletus ini memberikan dasar bagi filsuf kemudian, tentang (1) pemahaman yang berdasarkan hasil pengamatan. (2) asal muasal segala sesuatu terdiri dari satu hal yang tuggal. Observasi, pengamatan yang teliti terhadap apa yang ada (alam sekitar), bagi filsuf Miletus, menjadi dasar dri penemuan kearifan. (Bambang Q-Anees,  2003 :103)

4.    Pythagoras (sekitar 572-500 SM)

Masih di sekitar negeri Yunani tepatnya di kepulauan Samos terdapat ahli pikir yang terkenal yaitu Pythagoras. Dari alam pikiran orang Militos ke kepulauan Samos seolah-olah kita harus meninggalkan dunia kebendaan (this material word) ke dunia khayal dan cipta (the world mind)

Pythagoras adalah filsuf selanjutnya yang melanjutkan pemikiran Milesia. Pernahkan Anda mendengar nama ini? bagi yang pernah belajar Aljabar dan Matematika kemungkinan besar pernah mendengar nama pemikir besar ini. Apa rupanya sumbangan pemikirannya? Berbeda dengan mazhab Miletus Pythagoras tidak mencari hakikat benda dalam unsur meterial tertentu, tetapi ia memperpegangi pandangan yang menarik bahwa segala sesuatunya ini hakikatnya adalah angka. Falsafah pemikirannya banyak diilhami oleh rahasia angka-angka. Ia beranggapan bahwa kahikat dari segala sesuatu adalah angka. Benda dari benda lain dibatasi oleh angka, kita menentukan segala sesuatu dengan bilangan. Batas, bentuk, dan angka dalam pengertian Pythagoras adalah sesuatu yang sama. Lebih lanjut Pythagoras mengutarakan bahwa suatu penggambaran yang tepat tentang realita haruslah diungkapkan dengan angka dan dalam peristilahan rumus matematis.

Lebih lanjut, ia mengantisipasi karya tulis Euclid (yang lahir jauh lebih belakangan) tentang geometri, dan menemukan rasio kesejajaran (the ratios of Cocord) antara nada musik angka. Dari sini, ia menyimpulkan keharmonisan matimatis diseluruh jaugat raya suatu pandangan yang mengiring kepada doktrin "The music of the Spheres". Pengaruh Pythagoras begitu besar sehingga mazhab Pythagoras bertahan selama 400 tahun. Pengaruhnya terhadap Plato saja, filosuf besar pada zaman berikutnya, sudah cukup untuk menjamin bahwa Pythagoras dan pemikirannya mendapatkan tempat permanen dalam sejarah filsafat.

Bukan hanya itu saja pemikiran Pythagoras. Ajaran tokoh yang satu ini mempunyai sisi lain yang menarik. Ia adalah pemimpin sebuah aliran keagamaan yang anggota-anggotanya harus mematuhi sejumlah peraturanyang berdasarkan kezuhudan (asceticiam). Numerologi (kepercayaan bahwa angka memiliki makna dan mampu mengungkapkan rahasia alam) dan vegetarianisme (aliran yang menolak memakan yang bernyawa). Meskipun mereka vegetarian, pengikut Pythagoras mengharamkan memakan biji kacang. Kenapa? Karena memakan biji kacang adalah suatu bentuk kanibalisme (memakan jenis sendiri). Coba perhatikan dengan cermat, biji kacang tersebut jika dibuka kedua kelopaknya akan terlihat bahwa masing-masing berisikan cikal-bakal embrio mirip manusia. Apakah Pythagoras menyakini bahwa manusia berasal dari bijih kacang?

5.    Heraclitos (sekitar 470 SM)

Heraclitos memiliki pandangan yang baru. Thales memberikan jawaban berdasar pengamatan, sedangkan Anaximander pengarahkan cara jawaban dengan pikiran. Pertanyaan Thales dan Anaximander kemudian diperbaharui oleh Heraclitos. Heraclitos menerima kepercayaan bahwa akal budi dapat mengetahui hal-hal yang mendasari kesatuan dunia, tetapi ia bertanya, bagaimanakah kesatuan ini dapat diselaraskan dengan kenyataan adanya perubahan? Heraclitos menentang pengasalan segala sesuatu dari sesuatu yang tunggal, ia mengajukan kenyataan bahwa kita hidup di antara keragaman dan perubahan-perubahan; kita tak pernah melihat air asal muasal itu apalagi itu apalagi Yang Tak Terbatas itu?

Jawaban Heraclitos menghadapkan kita pada suatu masalah, yaitu hubungan antara yang terus berubah (sebagaimana diserap mata dan telinga) dengan yang tetap (sebagaimana dipikirkan). Kenyataan seakan tersusun dari satu bongkahan benda yang tak bergerak namun menampakkan diri sebagai yang terus menerus berubah. Segala sesuatu menjadi berbeda, namun sekaligus juga segala sesuatu harus memiliki hal yang tetap sama. Maka Heraclitos mengajukan jawaban lain, bahwa terbuatnya dunia bukan air tapi api.

Ada sesuatu tentang hakikat api yang menjelaskan gambaran yang tetap (contohnya bentuk lanya api yang tetap) dan kenyataan perubahan. Yang terakhir ini lebih mudah dipahami : di dalam api semuanya berubah. Heraclitos menarik beberapa kesimpulan yang mengejutkan dari pandangan ini. Realitas bukanlah terdiri dari sejumlah sesuatu/benda, tetapi merupakan suatu proses dari penciptaan dan pemusnahan yang terus menerus. Menurut Heraclitos , Anda tidak mungkin melangkah pada sungai yang tidak dua kali (you can't step in the same river Twicw). Semuanya berubah kecuali perubahan itu sendiri (everything changes but changes itself).

Heraclios memberikan sumbangan pemikiran bahwa dunia harus ditafsirkan berdasarkan prosesnya, bukan bendanya. Segala sesuatu memiliki prosesnya. Lalu bagaimana benda-benda yang tanpa diam, stabil? Stabilitas, demikian ungkap Heraclitos, terjadi ketika ada keseimbangan dalam benda itu. Seperti kekuatan nyala api yang sanggup melawan hembusan angin, sehingga nyala api tanpa diam tak bergerak. Di dalam unsur-unsur penyusunannya, ketika keseimbangan ini tercapai benda-benda tampak sebagai stabil. Unsur penyusunan setiap hal, bagi Heraklitos, berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perjuangan. Ketika ada kebutuhan akan sesuatu, benda-benda akan berjuang (bergerak) untuk mencapai kebutuhan tersebut, dan pergerakan itu akan berhenti (tampak stabil) begitu kebutuhan telah tercapai, begitu seterusnya.

Sumbangan Heraclitos juga tentang adanya Logos. Menurutnya ada logos yang tidak bisa diamati. Suatu logika yang mengatur perubahan yang membuat perubahan itu suatu fenomena yang rasional (maksudnya dapat dipahami akal), bukannya perubahan yang arbiter seenaknya. Doktrin Logos ini sangat dalam pengaruhnya bagi Plato, dan pada gilirannya menjadi dasar dari pemahaman hukum alam (natural law).

Nah, sampai bagian ini kita telah melangkah jauh. Kita menemukan alur perubahan pertanyaan. Pertanyaan "terdiri dari apakah dunia ini?" ternyata telah melahirkan pertanyaan "bagaimanakah dunia ini berubah?" menggeluti satu pertanyaan ternyata menghasilkan pertanyaan lain, yang baru, dan memperluas cakrawala pemahaman kita atas kenyataan.

6.    Parmenedes

Gagasan Heraclitos kemudian ditentang oleh Permenides  dari elia (515-440 SM). Ia menyatakan tak ada hal-hal yang berubah. Jika indera dapat membuktikan keberubahan, berarti indera menipu. Perubahan hanyalah ilusi. Karena seluruh perubahan berada dalam kepastian yang tetap. Ia berkata bahwa Anda untuk melangkah ke sungai yang sama satu kali sajapun tidak mungkin. Permenides melihat realitas sebagai suatu plenum yang absolut. Ada yang penuh. thesis dasarnya adalah sederhana sekali. Ada adalah ada. Tidak ada adalah tidak ada (Being Is Not Being is Not). Pernyataan ini memang sederhana, tetapi juga tidak bercerita banyak. Mari kita lihat penjelasannya lebih lanjut. Ada tidaklah diciptakan, tak dapat dimusnahkan, kekal. tak bisa dipisahkan, dan sama nyatanya disegala arah. Ada tidak memiliki lubang vacum. Karena ada memang ada, oleh karenanya tidak mungkin ada suatu tempat yang ada itu tidak ada.

Berdasarkan hal ini lebih lanjut disimpulkan bergerak (motion) adalah mustahil karena gerak melibatkan Ada beranjak dari mana Ada itu Ada ke mana Ada itu tidak ada, sedangkan sudah dinyatakan di atas, tidak mungkin suatu tempat dimana Ada itu tidak ada. Bagi Parmenides, perubahan pasti merupakan penampakan dari segala sesuatu yang baru, sesuatu yang tidak ada sebelumnya; hal yang tidak ada sebelumnya tentulah tak bisa dipikirkan, karena itu perubahan tak pernah ada, tak pernah bisa dipikirkan.

Permenides rupanya sedang mengajukan kebenaran logika. Pernyataan kebaruan dan perubahan tak ada karena (a) kebaruan berasal dari hal yang sebelumnya tidak ada; (b) yang tidak ada tak bisa dicerap; (c) kerena itu kebaruan tak mungkin bisa dicerap indera dan pikiran; adalah logika. Temuan logika ini menjadi embrio bagi cara berpikir yang mengandalkan logika, seperti yang digunakan kaum rasionalis. Inilah lawan dari filsuf lain dari Ionia (Heraclitos) yang menjadikan pengalaman indera sebagai dasar pemahaman. Heraclitos bisa dikatakan sebagai embrio pemahaman empiris

 Temuan logika ini mengarah pada pertanyaan baru: hingga sejauh mana logika murni dapat memberikan informasi kepada kita tentang dunia? Parmeneides yang dengan tegas menolak pengalaman dan memilih menggunakan logika telah memberikan dasar pencerapan realitas berdasar logika. Ia mengajukan gugatan akan keabsahan pengalaman, meskipun ia belum sanggup memberikan pemecahan atas persoalan bahwa pada kenyataannya segala sesuatu memang berubah.

sesuatu yang diwarisi dari Parmeneides oleh filsafat berikutnya hingga zaman modern adalah konsep subtansi. Walaupun belum terumus dalam bentuk definisi yang tegas, konsep subtansi dapat ditemukan dalam keseluruhan pemikiran Permaneides. yaitu bahwa subtansi merupakan subyek tetap dari berbagai predikat. Bahwa kalaupun kita mengamati keberubahan matahari (dari barat ke timur) namun ia tetap bisa dikenali kerena ada satyu hal yang tetap, yaitu matahari itu sendiri. Jika Heraclitos menawarkan cara pandang terhadap proses, Parmaneides menawarkan cara pengamatan agar kita  tidak dibingungkan oleh perubahan yang terus- menerus. Sekali lagi, bagi Parmeneides di antara yang terus bergerak itu sebenarnya ada yang tetap. Hal kedua yang diwariskan Parmaneides pada filsuf sesudahnya adalah bahwa "engkau tak bisa menemukan pikiran tanpa sesuatu yang ada"; atau "apa yang dapat dipikirkan adalah apa yang ada dalam realitas". Ada adalah sejauh ia dapat dipikirkan

7.    Demokritos

   Sekali lagi, terdapat dari apakah dunia ini? Dari atom, kata Leucippus. Atom adalah pertikel kecil materi yang dipisahkan satu sama lainnya lain oleh kehampaan, atom-atom bergerak oleh keniscayaan. Jadi, sesuatu yang misterius di balik yang tampak adalah adalah sejumlah atom yang tak terbatas. Atom-atom yang tidak dapat ditembus dan tidak adapat berubah komposisinya. Atom hanya berbeda dalam bentuk dan susunan. Semua perubahan yang dilihat indera disebabkan oleh pengelompokan atom-atom primer.

Democritos dari Abdera (420 SM) menyempurnakan pendapat Leucippus. Oleh karena itu mereka dikenal sebagai atomist. Mereka melihat dunia sebagai tersusun dari benda-benda yang juga tersusun dari sekelompok atom.

 Ia memulai dengan pertanyaan: apa yang dimaksud dengan keniscayaan pada gerak atom? Apakah yang menentukan sususnan atom-atom yang teratur? Dimanakah tempat atom-atom tersebut di dalam dunia? Jika semua hal terdiri dari atom, pikiran dan benda-benda pastilah sama dari atom, bagaimana keduanya bisa sama?

Democritos setuju dengan Heraclitos dan Anaxagoras, namun ada perbedaan argumen. Ia setuju pada Heraclitos bahwa alam ini terus berubah dan tak mungkin disebabkan oleh apapun. Ia setuju dengan Anaxagoras bahwa alam ini terdiri partikel-partikel yang sangat kecil yang tak dapat dilihat mata serta jumlahnya tak terbatas, dan Democritos menamainya sebagai atom. Atom, dari kata a-toms: "tak dapat dibagi" (indivisible). Democritos membayangkan ada unsur penyusunan alam semesta yang tetap, tak terbagi, dan abadi. Atom dianggap sebagai asal, dan tak mungkin ada asal lain selain atom

Lalu bagaimana atom-atom itu bisa menyatu membentuk mawar atau kupu-kupu? Democritos menyakini bahwa atom itu selain jumlahnya tak terbatas, juga memiliki bentuk yang beranika ragam. Sebagian bulat mulus, sebagian lagi tak beraturan dan bergigi. Keberbedaan ini membuat mereka satu sama lain saling terkait dan menghasilkan bentuk tertentu, mawar atau kupu-kupu misalnya.

Jika sebuah benda mati atau hancur, atom-atomnya terurai dan dapat digunakan lagi untuk membentuk benda-benda lain. Atom-atom itu bergerak bebas diangkasa, dan oleh suatu kebetulan mereka saling kait dan membentuk benda-benda baru. Kebetulan, barangkali, inilah yang tepat dikatakan sebagai sumber kekuatan penyatu bagi Democritos. Karena ia tidak percaya ada kekuatan atau jiwa yang ikut  campur dalam proses asal mula. baginya tak ada desain, semuanya terjadi begitu saja. Ia memang menyebutkan "ruang kosong" sebagai lawan dari "atom", namun "ruang kososng" ini adalah istilah yang ia gunakan untuk menerangkan terjadinya gerak. Bahwa atom-atom itu akan tersedot masuk kedalam ruang kosong dan pada saat irulah terjadi gerak.

lalu bagaimana dengan jiwa atau pikiran, apakah ia juga terdiri dari atom? Ya, keduanya terdiri dari atom-atom. Jiwa terdiri dari atom yang paling halus dan bundar, yang tidak dapat mengait atom lain. Jiwa dan pikiran dapat memahami realitas kerena setiap benda yang diamati melepaskan gambar (dalam bentuk atom-atom) yang bentuknya sama dengan bendanya. Oleh karena itu, pada tahun 370 SM, filsafat Yunani telah dipandu ke arah materialisme penuh dan determinisme yang keras. Tidak ada yang lain dari di dunia ini kecuali benda-benda material, dan tidak ada kebebasan hanya keteraturan.

Apakah yang telah dicapai oleh para filosuf pra-Socrates? Dengan pemikiran mereka, sejenis pemikiran khusus telah membebaskan dari kungkungan mitologis dan agama asalnya,mengembangkan metode dan isinya sendiri –suatu jenis pemikiran yang segera meningkat hingga apa yang sekarang dikenal sebagai sains dan filsafat. Menelusuri zaman Yunani Kuno kita  melihat garis keturunan langsung anatara filosuf-filosuf itu dengan pemikir-pemikir terkemuka pada zaman kita sekarang. Dikotomi antara akal dan indera yang akan diselesaikan oleh Kant pada abad ke-18 pertama sekali diangkat oleh filosuf zaman klasik ini, suatu upaya pertama untuk merumuskan teori evolusi dibuat oleh mereka, dan upaya pertama untuk memecahkan teka-teki bagaimana angka-angka matematis mengikat pilihan-pilihan realitas. Semua ini dapat dilihat sebagai garis silsilah keturunan dari zaman mereka ini ke zaman modern sekarang. Meskipun demikian, bagi orang-orang Yunani pada abad ke-5 SM, para filsuf Yunani Kuno telah mewariskan gelombang kebingungan.

BAHAN BACAAN

1.      Fadhil Lubis, Nur Ahmad, Pengantar Filsafat Umum, Medan: IAIN Press Medan, 2001

2.      Hatta, Muhammad, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tintamas Indonesia, 1980

3.      Syadali, Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia,

4.      Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum "Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra", Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005

5.      Q-Anees, Bambang dan Radea Juli A. Hambali, Filsafat Untuk Umum, Jakarta: Prenada Media, 2003

2 comments:

  1. suka banget sama kisah Thales yang mendobrak mitos Dewa-Dewi Yunani Kuno

    ReplyDelete